“Cinta itu
mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong
berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia,
membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang
baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi
orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan
komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang
Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan
terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah
magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan
sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu
dengan jiwanya.
Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar
menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang
menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.
Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan
rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal
sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati
sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi
melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di
kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum
muslimin. Di tengah kekhusyuannya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan
seorang gadis yang cantik jelita. (read more)
Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling
bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan
bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta
yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung
lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak
melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak
muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun
begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi
mejelma menjadi kenyataan.
Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari
busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat
sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis
merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.
Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati…
terkembang dalam kata terurai dalam
perbuatan Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak
berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan
kepalsuan dan tidak nyata…
Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu
sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam
kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam
hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.
Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta
ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa
integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas.
Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus
menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.
Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus
terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam
bingkai syariatnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis
pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir
Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak
saudaranya.
Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah
harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syariat. Gadis yang
telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan
belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan
asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak anugerahAllah
yang terindah ini.
Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing
silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan
melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak
tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang
karena sudah tak berguna. Jalan belakang back street tak ubahnya seperti anak
kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan,
menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa
binasa.
Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih
menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis
berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa .diikhtiarkan. maka rencanapun
disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang
hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya.
“Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya
betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu.
Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan
memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”
Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda
tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.
“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih!
Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka
kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah
surut dan padam.”
Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan
segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.
Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah
tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan
keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya
akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan
menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi
korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan
keindahan cintanya.
Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang
yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak
seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara
hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan. Si gadis berbangga dengan
kesalehan kekasihnya.
Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu
lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan
seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan
diri kepada Sang Pemilik Cinta.Lalu diapun meninggalkan segala urusan
duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia.
Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara
hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada
pemuda yang dicintainya.
Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada
tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat
manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia
dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha
Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke
semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan
hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak
tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan
kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan
menjawab segala keluh-kesah hatinya.
Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang
hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan
membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu
syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda
masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang.
Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.
Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran
manusia. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng,
yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang
bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang
terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.
Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah
tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam
mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi
seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.
“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah
berpisah denganku” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.
Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan
untaian syair:
Kasih….
cinta yang terindah adalah mencintaimu,
sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.
Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu
burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.
Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu
bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”
Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:
Aku berada dalam kenikmatan
dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir
berada dalam syurga abadi yang dijaga
oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa
yang akan menunggu kedatanganmu,
wahai kekasih…
“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan
sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair
kekasihnya.
“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu.
Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan
kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab
si gadis kekasihnya itu.
Bilakah aku dapat melihatmu kembali?”Tanya si pemuda
menegaskan.
“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,”
Jawab kekasihnya.
Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan
kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta
keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia.
Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin
syurga.
Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa.
Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar
cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat
menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta
dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai
tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan,
tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat
yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri
yang abadi nanti.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).
Dari Raja’ bin Umar An-Nakhai dll.
0 ulasan:
Catat Ulasan